MDN VOL. 237 EDISI JANUARI 2017 - "CERITA DI BELAKANG LAYAR DARI PENATA ARTISTIK & FOTOGRAFER YANG MENANGANI COVER CD KEYAKIZAKA46"


Cover CD dari ketiga single Keyakizaka46 sampai saat ini digarap oleh penata artistik, Yonezawa Jun dan fotografer, Shinto Takeshi. Maka dari itu, karya-karya tersebut terasa seperti memiliki pondasi estetika yang sama. Kemudian, kami mencoba bertanya kepada Yonezawa dan Shinto, bagaimanakah mereka merealisasikan permintaan dari Akimoto Yasushi dan perusahaan rekaman.



Malam Sebelum Pengerjaan Desain Cover CD
– Pertama-tama, tolong ceritakan di tahap mana Yonezawa-san bisa masuk sebagai tim produksi Keyakizaka46.
Yonezawa: Hampir dari awal. “Ternyata mereka melakukan debut sebagai grup idola yang seperti ini”, saya diperkenankan bergabung sejak bagian itu. Saya bukanlah penata artistik dari foto-foto resmi mereka sebelum debut, tapi ketika saya ingin melihat suasana lokasi pemotretan mereka, Konno-san (Konno Yoshio, Chairman Steering Commitee Keyakizaka46) kemudian memanggil saya, sejak itu saya mulai terlibat.
– Pada awalnya, seperti apakah diskusi mengenai arah visual Keyakizaka46?
Yonezawa: Sejak mereka belum mempunyai lagu, Konno-san mengatakan bahwa arah visual mereka adalah sesuatu yang bermakna dalam. Saya mengumpakan Nogizaka46 yang sekarang sebagai gadis yang seperti bunga yang susah diraih. Sebaliknya, kami membicarakan apakah tidak bisa Keyakizaka46 dilekatkan dengan imej yang terlihat seperti gadis yang jaraknya sedikit lebih dekat. Dengan pemikiran seperti itu, saya untuk pertama kalinya melakukan presentasi di depan Akimoto (Yasushi)-san. Kalau sekarang saya memikirkannya, terkadang saya berpikir bahwa ide saya ternyata cukup buruk. Saya mempunyai gambaran visual yang benar-benar terasa seperti idola, misalnya gadis-gadis yang bertanding memasukkan bola ke dalam keranjang. Kemudian, Akimoto-san memarahi saya. “Tidak ada artinya melakukan hal semacam ini”, katanya. Pada saat itu untuk pertama kalinya saya bertanya secara langsung pada Akimoto-san mengenai seperti apa pemikirannya. Beliau berkata bahwa dia ingin memperlihatkan Keyakizaka sebagai gadis yang memiliki suatu standar kebijakan tertentu, apabila dibandingkan dengan idola lainnya. Sebaiknya menjadi idola dengan kostum dan penampilan yang keren, katanya. Sejak itu, saya benar-benar mengganti arah kebijakan saya. Seluruh orang yang berkumpul di sana mengatakan “Anda bisa membuat idola yang keren”, entah bagaimana sepertinya mereka menyutujuinya. Sejak saat itu, tiba-tiba terjadi bermacam-macam pembicaraan.
– Itu artinya rencana dasarnya dirumuskan di sana, ya.
Yonezawa: Ya. Hanya saja, meskipun dibilang “gadis-gadis yang keren”, kalau dengan mudah menentukan idola dengan imej yang cool, bukankah idola yang semacam itu sudah ada? Karena itu, saya kemudian bertanya kepada Akimoto-san, lalu saya semacam diberi misi untuk membuat hal yang tidak pernah dilihat sebelumnya.
Single Pertama  “Silent Majority”
– Setelah rencananya ditentukan, bagaimana Anda membuat cover CD dari single debut Keyakizaka46 “Silent Majority”?
Yonezawa: Karena saya akan memotret anak-anak muda, saya pernah membicarakannya dengan perusahaan rekaman, bagaimana kalau lokasinya di Shibuya saja. Hanya saja, ternyata ada bermacam-macam cara dalam memotret “Shibuya dan gadis”. Ketika saya berpikir apakah tidak ada sesuatu yang jarang dilihat, apakah tidak ada cara memotret yang mampu melampaui dinding ini, saya kemudian mengetahui keberadaan “Shibuyagawa”. Meskipun menurut saya itu adalah sungai yang kotor, tapi jika gadis-gadis yang cantik itu berdiri di sana, saya berpikir akan menjadi sesuatu yang luar biasa. Ketika saya mempresentasikan ide saya di presentasi berikutnya, saya memasukkan ide tentang pemotretan di Shibuyagawa. Selain ide itu, saya juga mempersiapkan sejumlah rencana lainnya. Kemudian, Akimoto-san memilih ide “pemotretan di Shibuyagawa”.
– Jadi kerangka besarnya berasal dari Akimoto-san, ya.
Yonezawa: Akimoto-san adalah orang menentukan sejak nol. Beliau selalu mengatakan ”awalnya dilakukan seperti ini”. Hanya saja, beliau tidak mengatakan sampai detail. Dibandingkan menyerahkannya pada kami, saya lebih merasa bahwa beliau sedang menantang hasil seperti apa yang bisa kami buat. Karena itu, setelah menerima rencana dari Akimoto-san, mungkin bisa dibilang kami kemudian akan mengajukan sebuah ide yang konkret.
– Setelah pemotretan di Shibuyagawa ditentukan, bagaimana kronologinya Anda meminta Shinto-san untuk melakukan pemotretan?
Yonezawa: Di majalah “SWITCH”, saya melihat foto member Nogizaka46 di wahana bermain sebuah taman di malam hari. Foto itu diambil dengan tidak biasa namun terasa hidup, terlihat realistis namun tidak benar-benar realistis, saya selalu terkesan dengan foto itu. Kemudian saat ditetapkan lokasi pemotretan adalah Shibuyagawa, saya ingin meminta tolong pada orang yang memotret foto itu. Orang itu adalah Shinto-san. Ketika pemotretan dilakukan di Shibuyagawa, saya merasa kami mungkin akan terlalu bergantung pada lokasinya. Apakah akan dipotret dengan indah, ataukah akan dipotret supaya terasa hidup, menyeimbangkan keduanya cukup sulit. Tapi, menurut saya Shinto-san pasti bisa melakukannya. Hasilnya, foto cover “Silent Majority” yang sudah rampung, terlihat begitu indah namun terasa hidup, bukan?
Pada waktu itu, saya berbicara dengan Shinto-san dengan kehendak saya sendiri, padahal normalnya tidak dengan cara seperti itu. Karena ini project yang cukup besar, normalnya perusahaan rekaman memberikan kesempatan pada sekitar 3 calon fotografer untuk melakukan presentasi. Tapi waktu itu, saya tiba-tiba tanpa sengaja menghubungi Shinto-san, “Apa Anda bisa melakukan pengecekan lokasi?”. Kemudian, saya kena marah oleh orang di perusahaan. Tapi, insting saya mengatakan tidak ada orang lain selain beliau. Baik dulu maupun di masa mendatang, saya hanya akan meminta bantuan dengan cara seperti ini kepada Shinto-san saja.
– Bagaimana Shinto-san kemudian menyetujui permintaan itu?
Shinto: Saya bergabung karena saya diminta untuk membuat idola yang berbeda dari idola yang ada selama ini, tapi setelah saya bergabung, saya sering diminta untuk membuat mereka sedikit terlihat seperti idola pada umumnya (XD). Saya berpikir kalau seperti itu saya mungkin tidak bisa menyelesaikannya. Meskipun begitu, saat Yonezawa-san menemui saya secara langsung untuk pertama kalinya, beliau percaya dan menyerahkan sepenuhnya hal yang berkaitan dengan fotografi kepada saya. Saya begitu merasakan semangatnya, lalu karena beliau sampai mengatakan hal itu di pertemuan pertama kami, saya merasa berterimakasih.
– Setelah sukses meminta Shinto-san untuk melakukan pemotretan di Shibuyagawa, adakah suatu perencanaan agar dapat melakukan pemotretan dengan menarik?
Yonezawa: Ada. Bagaimana mengatakanya ya… bukan Neo Tokyo, namun di bagian belakang Shibuya yang dipenuhi dengan saluran pipa. Lalu, di sekitarnya dikelilingi oleh gedung-gedung. Saat melihat untuk pertama kalinya, saya berpikir ternyata ada juga tempat seperti ini, hal yang cukup baru bagi saya. Saya berpikir pasti tidak masalah jika bisa melakukan pemotretan di sini tanpa harus kotor. Karena itu, saat Shinto-san sudah oke dengan masalah jadwal, saya berpikir “Sudah tidak ada masalah, pasti hasilnya akan bagus”.
Shinto: Saya juga berpikir pasti akan jadi foto yang keren.  Dalam hal seperti itu, saya justru merasakan tekanan. Saya merasa siapapun yang melakukan pemotretan di sini, pasti akan menghasilkan sesuatu yang orisinal. Maka dari itu, jika saya yang terlibat di sini, saya tidak ingin hanya sekedar melakukan pemotretan di Shibuyagawa saja. Saya merasa bahwa saya harus mengambil gambar gadis-gadis itu di sini dengan sungguh-sungguh sebagai sebuah potret. Tidak hanya cover saja, namun saya juga harus mengambil foto individu dari gadis-gadis ini selama matahari masih berada di atas. Saya bekerja dengan kondisi dan kesulitan semacam itu.
– Saat mulai turun ke sungai, adakah semacam perasaan bahwa Anda yakin bisa melakukannya?
Shinto: Yang pertama kali saya potret adalah Hirate (Yurina) yang menjadi cover tipe A, ketika saya memotret dia yang menghadap ke arah saya, begitu saya memfokuskan pada raut wajah Hirate-san dan membuat latar belakangnya menjadi blur, saya berpikir ”Ah, saya bisa melakukannya!”. Setelah itu, saya keasyikan memotret hingga lupa waktu, kemudian seorang staff bilang pada saya, “Shinto-san, sudah cukup”.
– Foto yang dipotret di Shibuyagawa, meskipun sepatu member sampai terendam, tapi sama sekali tidak terlihat bahwa mereka tidak menyukainya. Menurut saya hal itu juga melahirkan mental yang bagus.
Shinto: Sebenarnya, karena itu bukan sungai yang indah, begitu memasuki gundukan-gundukan di dasar sungai, saya sempat berpikir untuk menyesuaikan permukaan air hingga batas maksimal, tapi karena saya harus memotret ketika matahari masih ada, saya tidak punya waktu untuk melakukan hal yang detail begitu. Tapi, saya sempat merasa cemas tidak akan bisa memotret mereka seandainya semangat mereka menurun di lingkungan yang semacam itu.
– Apa semangat mereka sempat menurun?
Yonezawa: Semangat mereka sempat menurun saat melihat bangkai tikus… (XD).
Shinto: Meskipun begitu, saya tidak begitu menyemangati mereka dengan perkataan semacam “Semangat ya!”. Saya hanya mengatakan hal-hal semacam “Baiklah, pemotretan dimulai” atau “Sepertinya akan berakhir dengan cepat”, seperti  ada jarak di antara kami, sepertinya saya masih menyimpan perasaan gugup.
Yonezawa: Mereka sungguh hebat. Entah bagaimana kami bisa menyelesaikan pemotretan di siang hari. Yah, walaupun hampir saja kebablasan (XD). Waktu mengambil foto individu (Nagahama) Neru-san yang paling terakhir, “Gawat, matahari sudah tidak ada!”.
Shinto: Itu buruk sekali, kami sempat berpikir harus mempersiapkan dan memakai pencahayaan buatan agar seperti pencahayaan di siang hari, tapi kalau memakai pencahayaan buatan jadi tidak terasa seperti sebuah dokumenter, menurut saya itu tidak bagus. Seandainya memakai pencahayaan di Shibuyagawa, menurut saya jadi terlihat norak.
Yonezawa: Saya juga berpikir demikian. Kalau terlalu berlebihan jadi terlihat norak.
– Kalian juga mengambil foto “Silent Majority” dimana mereka semua berada di atap Universitas Kokugakuin, itu juga menjadi sebuah foto dengan atmosfer yang intens.
Yonezawa: Foto itu diambil sebelum pemotretan di Shibuyagawa, kami mengambilnya di pagi hari. Soal foto itu, sebenarnya itu adalah foto yang hampir mendekati foto pertama yang kami ambil saat mulai melakukan pemotretan, saya merasa bahwa kami benar-benar mengerahkan semuanya ke dalam 1 lembar foto itu. Kami mencoba membuat mereka tidak berbaris, tapi berdiri secara acak, kami kemudian memotretnya. Dan mereka benar-benar terlihat seperti gadis-gadis yang memiliki tekad. Saat pemotretan berakhir, mereka berubah menjadi gadis-gadis normal. Tapi, saat pemotretan mereka semua benar-benar berbeda.
Shinto: Setelah pemotretan, saya memperlihatkan fotonya pada semua member melalui iPad di tempat itu. Itu juga pemotretan pertama mereka, jadi pasti mereka penasaran seperti apa diri mereka yang terpotret, seperti apa diri mereka yang terlihat. Setelah pemotretan, saya dan perusahaan rekaman sama-sama mengakui bahwa “mereka yang tidak tersenyum itu bagus”.
Yonezawa: “Hal yang dilakukan grup ini adalah hal ini!”, mungkin member juga merasakan hal tersebut. Saat melihat foto itu, dalam kurun waktu pada saat mereka terbentuk hingga saat itu, di tempat dimana kami tidak melihatnya, kami berpikir bahwa Konno-san dan rekan-rekannya pasti telah mengasuh mereka. Ada foto ketika mereka berada di sebuah taman yang dipotret sebelum debut, ekspresi mereka pada waktu itu benar-benar telah berubah.
Shinto: Pada saat pemotretan di atap, kami juga sudah mempersiapkan berbagai macam set sebelumnya. Saya memperkirakan bahwa mereka pasti tidak akan bisa membuka matanya karena merasa silau dengan adanya cahaya langsung. Akan tetapi, tepat saat pemotretan berlangsung, ada tempat yang sinar mataharinya tidak menyilaukan, bahkan bisa terlihat Gunung Fuji, kemudian saya memotretnya di momen itu.
– Ketika sudah rampung sebagai cover CD, apa yang Shinto-san rasakan?
Shinto: Waduh, saya merasa senang karena desain covernya begitu mengutamakan fotonya. Sudah pasti menjadi cover yang keren, pasti covernya jadi penyebab orang-orang ingin membelinya. Sebagai seorang fotografer, hal yang saya potret dengan mempertaruhkan 1 kesempatan itu ternyata dicetak dengan apa adanya, itu membuat saya luar biasa senang. Bahkan lanskap yang saya potret setelah pemotretan dengan member berakhir juga digunakan di bawah CD tray, hal itu juga membuat saya senang.
Yonezawa: Dengan grafis yang tidak biasa, membuat tidak ingin memasukkan hal yang membuatnya jadi kotor. Saya benar-benar ingin menyelesaikan “Silent Majority” secara utuh.
– Logo “Silent Majority” yang dicantumkan di covernya, bagaimana gambaran Anda sewaktu mendesainnya?
Yonezawa: Saya membuatnya berdasarkan permintaan tentang sesuatu yang sedikit tidak stabil, tapi pada tingkatan yang intens. Huruf yang tersambung menggambarkan perasaan tidak stabil dari anak muda, saya diminta sebaiknya menampilkan hal semacam itu. Saya tidak ingin menjadikannya sebuah logo yang seperti idola murni, ide saya cukup banyak terlihat di sana. Bagaimana jadinya jika dibuat seperti anime, atau bagaimana jadinya jika dibuat sedikit retro. Pada akhirnya, saya mendapatkan saran bahwa seharusnya saya mengutamakan atmosfer dari karya ini, kemudian jadilah logo dan layout ini.
– Sebelumnya, Anda memunculkan kata “Neo Tokyo”. MV “Silent Majority” beserta hal lainnya mengandung berbagai macam elemen, namun saya merasakan perspektif yang menjadi satu kesatuan. Apa Anda melakukan penyesuaian perspektif dengan tim produksi lainnya?
Yonezawa: Kami sama sekali tidak melakukannya. Satu sama lain sudah memahami bahwa lokasinya adalah “Shibuya yang tidak pernah dilihat sebelumnya”. Ada kemungkinan, Konno-san yang mengaturnya di balik layar. Tapi, Akimoto-san pernah mengatakan bahwa beliau ingin memperlihatkan gadis-gadis yang memiliki kebijakan sendiri. Saya bertanya kepada semuanya, baik tim kostum maupun tim MV, saya berpikir bahwa setiap kreator bisa menuju ke arah yang sama bahkan tanpa mengikuti siapapun. Meskipun dengan tema yang sama dan idola yang sama, tapi karena menampilkan Kota Shibuya dengan interpretasi yang berbeda, saya berpikir itu adalah cara promosi yang sedikit aneh.
Single Kedua “Sekai ni wa Ai shikanai”
– Cover “Sekai ni wa Ai shikanai” mengambil latar di sekolah, tapi bukan hanya sekedar kehidupan sekolah dengan atmosfer yang ceria. Anda melakukan pemotretan dengan gambaran yang seperti apa?
Yonezawa: Pemotretan di sekolah adalah permintaan dari Akimoto-san. Lalu, sewaktu saya berbicara dengan Konno-san tentang akan menjadi seperti apa pemotretannya, kami jadi malah membicarakan bahwa judul kali ini sungguh luar biasa. Kami membicarakan bahwa pemotretan di sekolah lagi-lagi adalah sesuatu yang luar biasa. Berkaitan dengan hal itu, sekolah adalah lingkungan yang tertutup. Murid-murid akan memikirkan dan mencemaskan semua hal, bahkan hal yang kecil sekalipun, ketika mereka terjun ke masyarakat nanti. Sekolah adalah sebuah tempat yang sedikit berliku-liku. Saya sempat mengobrol dengan Konno-san tentang seperti apa sebenarnya gadis-gadis yang melewatkan masa mudanya di tempat semacam itu dapat mengatakan “Sekai ni wa Ai shikanai” (di dunia ini hanya ada cinta). Saya kemudian mengerjakan karya ini sambil berpikir bahwa sebaiknya konsepnya mengenai perasaan yang tidak tenang.
Shinto: Saya berpikir bagaimana sebaiknya menunjukkan hal tersebut melalui sebuah foto. Awalnya saya berpikir bahwa mereka tidak akan memakai kostum grup melainkan seragam sekolah, sehingga ketika memotret mereka dalam pakaian seragamnya akan menjadi sebuah foto siswi SMA biasa. Di cover tipe B, awalnya saya mencoba untuk mengambil gambar ketika mereka berlari ke arah kamera. Akan tetapi, hal itu ternyata membosankan. Gadis cantik, sekolah, dan seragam. Kalau hanya seperti itu, tidak harus gadis-gadis itu yang melakukannya. Kemudian, saya berpikir bahwa mungkin bagus juga jika komposisinya bukan dari sudut pandang manusia. Entah itu sudut pandang serangga atau burung, menurut saya mungkin bagus juga dari sudut pandang semacam itu.
– Pengambilan komposisi yang menurut saya agak khas anime.
Yonezawa: Itu karena kami meletakkan kamera di tempat yang tidak biasa untuk cover tipe B. Hal semacam itu mungkin memang khas anime. Sutradara anime Anno (Hideaki) belakangan ini meletakkan kamera pada tempat dan sudut yang tidak lazim dalam artian positif, misalnya pada sudut pandang kamera di film “Shin Godzilla”. Kira-kira mungkin semacam itu.
Shinto: Ketika saya melihatnya sebagai sesuatu yang sudah lazim, saya mencoba untuk sedikit mengubah sudut pandangnya, dan hasilnya jadi terlihat seperti ini. Ada perasaan nikmat dari dalam diri saya. Hal itu berlaku pada cover tipe B, begitu juga dengan tipe C. Mengenai tipe A, saya membayangkannya seperti momen sekejap saat seorang laki-laki jatuh cinta pada seorang gadis pada pandangan pertama.
– Jadi, itu bukan sudut pandang seseorang yang berdiri di tempat yang sama dengan mereka, ya.
Shinto: Saya juga sempat mengobrol dengan Konno-san, saya sedikit menyadari bahwa hal ini seperti melihat sebuah kisah dari luar. Mungkin bagus juga apabila mengambil sudut pandang yang tidak terlalu dekat dengan gadis-gadis itu. Saya dulu bersekolah di sekolah khusus laki-laki, jadi saya tidak pernah melihat lokasi yang dipenuhi anak perempuan seperti ini. Karena itu, pengertian saya tentang adanya sebuah jarak dengan anak perempuan adalah tidak bisa bicara saat berhadapan dengan gadis yang disukai, mungkin bisa dibilang saya sedikit melihat dengan sudut pandang yang berbeda.
– Cover “Sekai ni wa Ai shikanai” memiliki pola situasi yang kesemuanya berbeda, dimana keempat covernya saling melengkapi dan memiliki komposisi yang rapat.
Yonezawa: Sebelum pemotretan, saya sempat melakukan pengecekan lokasi di tempat yang sama berulang kali. Kemudian, saya masuk duluan ke lokasi di hari pemotretan, saya mencari apakah masih ada tempat lain yang bagus. Meskipun hanya 4 lembar foto, namun saya menghabiskan sangat banyak waktu demi foto-foto itu.
Shinto: Apalagi Keyakizaka46 memiliki banyak member,  saya harus membuat satu perspektif yang dikomunikasikan ke dalam 4 tipe cover. Kalau saya tidak melakukan pengecekan lokasi dengan sungguh-sungguh, hasilnya pasti tidak bagus.
Yonezawa: Saya sama sekali tidak merasa dapat mengambil gambar yang bagus ketika saya baru pergi ke lokasi di hari-H.
– Adakah pemikiran bahwa jika tidak mengubah situasi pada cover dengan cara seperti itu, maka tidak akan menghasilkan perspektif yang dalam?
Yonezawa: Saya juga sering membicarakan hal itu dengan Konno-san. “Sekai ni wa Ai shikanai” memiliki 4 jenis cover, seandainya ada buku mengenai Keyakizaka46, rasanya menyenangkan jika masing-masing cover dibuat menjadi seperti gambar sampul buku. Menyampaikan nuansa dari covernya sebenarnya sulit, tapi saya berpikir bahwa ada baiknya masing-masing dari cover bukanlah gambar yang memang sudah utuh. Saat melihat keempat cover, gambar ini sepertinya memiliki kelanjutan, atau kira-kira apa yang mereka lakukan sebelum gambar ini, saya ingin membuat orang membayangkan hal semacam itu.
– Jadi, itu bukanlah sesuatu yang utuh dalam 1 lembar gambar. Itu adalah sesuatu yang ceritanya diserahkan kepada orang yang melihatnya.
Yonezawa: Jika kita mencoba menjejerkan keempat gambar itu, masing-masing orang yang melihatnya akan memunculkan interpretasi dan cerita yang berbeda-beda. Grup ini seharusnya melakukan hal yang semacam itu.
Shinto: Saya ingin menciptakan sesuatu yang membekas. Lalu, membicarakan tentang seseorang yang membeli karena covernya, seperti yang sudah saya singgung tadi. Misalnya seorang penggemar menganggap jika mengumpulkan 4 buah tipe akan menjadi 1 set. Dia berpikir bahwa keempatnya memiliki satu kesatuan cerita, sehingga kemudian ingin membeli keempat-empatnya. Hal itu akan membuat saya merasa senang. Mungkin saja, CD ini akan menjadi barang yang dimiliki semua orang, termasuk juga para staff.
– Logo dari “Sekai ni wa Ai shikanai” lagi-lagi begitu berkarakter, konsepnya sendiri sebenarnya seperti apa?
Yonezawa: Ini juga bisa dibilang sesuatu yang tidak stabil, ya. Desainer yang mengerjakan bersama denganku yang membuat ide awalnya, contohnya bentuk dari huruf yang agak berantakan, garis yang menghubungkan antar huruf terlihat pernah 1 kali dipotong. Di Keyakizaka46, saya cukup banyak bekerja  membuat sesuatu yang tidak stabil dengan cara semacam ini. Menurut saya hal itu akan membuat orang lain merasakan hal yang bersifat sementara dengan cara tak lazim. Lalu, yang jelas saya dan perusahaan rekaman sama-sama mengakui ingin membuat sesuatu yang bisa mendayagunakan foto-foto tersebut.  Membuat huruf yang sangat mencolok untuk foto yang diambil dengan tujuan ini saja, rasanya tidak akan begitu bagus sebagai sebuah seni grafis. Meskipun begitu, ada dan tidaknya logo tersebut akan menimbulkan kesan yang berbeda. Menurut saya mungkin bagus juga kalau bisa menciptakan hal yang semacam itu.
Single Ketiga “Futari Saison”
– Cover dari “Futari Saison” adalah gambar yang poin utamanya cahaya yang masuk dari jendela. Dengan cara seperti apa Anda mengekspresikan hal ini?
Yonezawa: Di “Futari Saison” terdapat sebuah lirik “hikari ga kasanatte” (cahaya yang berkumpul), jadi saya menjadikan cahaya sebagai tema. Saya sempat berbicara dengan Konno-san bahwa mungkin bagus juga mencoba mengekspresikan seolah-olah ingin menangkap cahaya. Sejak saat itu, saya merasa ide terus bermunculan.
Shinto: Mengenai “Futari Saison”, dibandingkan mencari komposisi saat melakukan pengecekan lokasi, saya lebih memikirkan cahaya seperti apa yang akan dibuat nanti. Saya tidak ingin membuatnya berbeda terlalu jauh dengan cover selama ini. Jika sinar matahari dengan cantiknya masuk ke tempat ini, maka memotret situasi itu adalah hal yang paling indah. Akan tetapi, dalam pemotretan yang sebenarnya ternyata sangat sulit.
Yonezawa: Karena itu, kami melakukan (pemotretan) still photography  dengan setting pencahayaan yang hampir mirip seperti yang digunakan di film. Berbicara tentang anggaran, sebenarnya kami tidak merencanakan pencahayaan untuk still photography.
Shinto: Di single sebelumnya juga begitu, saya begitu berterimakasih atas anggaran selama ini. Semua anggota tim produksi sungguh luar biasa. Mulai dari orang-orang yang berada di belakang layar hingga orang-orang yang tidak di belakang layar.
– Apa Anda biasanya sampai membuat anggaran untuk pemotretan cover CD?
Yonezawa: Tidak (XD). Ini juga pertama kalinya bagi saya. Di Keyakizaka46, saya melakukan hal yang memang sebaiknya dilakukan supaya menjadi bagus, walaupun itu hal kecil sekalipun. Konno-san yang keinginannya paling kuat dalam melakukan hal semacam itu.
– Di antara keempat tipe, tipe B dan reguler menggunakan potongan yang besar untuk memperlihatkan pergerakan member. Walaupun pergerakan member jadi terlihat sangat hidup, tapi di sisi lain ekspresi member jadi sulit dipahami.
Shinto: Sebenarnya saya dan Yonezawa-san cukup banyak berdebat soal ini.
Yonezawa: Itu pertama kalinya saya mendiskusikan berbagai macam hal dengan Shinto-san. Meskipun kami berdua sama-sama sangat sibuk, kami selalu mengobrol selama 1,5 – 2 jam sepanjang malam.
Shinto: Ketika saya melihat perjuangan gadis-gadis ini di single pertama dan kedua, saya jadi berkeinginan kuat untuk memperlihatkan sosok mereka yang keren. Karena itu, saya berpikir lebih baik potongan yang memperlihatkan dengan jelas wajah mereka digunakan di cover belakang. Akan tetapi, Yonezawa-san bilang pada saya bahwa tidak terlihat adanya pergerakan ketika dijadikan 4 lembar foto, yang manapun jadi terlihat mirip. Ketika saya mencoba untuk menjejerkan 4 lembar foto yang diambil dengan indah agar kualitasnya sama, saya juga berpikir bahwa ternyata ini memang membosankan. Karena itu, ketika saya memikirkannya sebagai sebuah produk secara keseluruhan, dibandingkan saya dibuat paham bahwa hal ini juga bagus, saya justru dapat memahami dengan sendirinya.
Yonezawa: Berbicara tentang tipe B, member yang terpotret di foto itu adalah gadis-gadis yang terus berjuang daan kali ini berdiri di baris pertama. Sudah pasti saya ingin memperlihatkan mereka dengan keindahan yang sama. Tapi, kalau melakukan hal itu, cover yang manapun jadi terlihat sama, saya juga membicarakan hal itu dengan Konno-san. Jika “Futari Saison” milik Keyakizaka46 diibaratkan sebuah buku, jika setiap covernya diibaratkan gambar sampul buku, mungkin akan terlihat sebagai sebuah gambar yang tampaknya telah terjadi sesuatu sebelum gambar tersebut. Contohnya, ada seorang gadis yang seperti sedang menangkap cahaya (tipe A), ada sekumpulan gadis yang sedang menari di antara cahaya (tipe B), ada sekumpulan gadis yang membelakangi cahaya sehingga tampak sedikit bayangan (tipe C), ada sekumpulan gadis yang sedang berlari di antara cahaya (tipe reguler). Menjelaskan satu per satu adegan tersebut dengan menggunakan kata-kata entah bisa dilakukan atau tidak. Meskipun begitu, saya sangat memahami hal yang dikatakan Shinto-san. Karena itu, kami selalu berdiskusi dalam waktu yang lama.
Shinto: Setelah dijelaskan dengan cara seperti itu, saya dapat memahaminya saat melihat visual dari keempat set foto itu. Ketika memikirkan pengerjaan cover Keyakizaka46 selama ini, saya berpikir bahwa imej keseluruhan sebagai sebuah produk mungkin lebih baik seperti ini.
– Jadi, ada kesulitan dalam pengerjaan 3 buah single itu.
Yonezawa: Sebenarnya saya ingin memperlihatkan semua member dengan indah. Itu karena semuanya berjuang keras. Tapi, saya tidak punya pilihan lain selain memilih keseimbangan secara keseluruhan.
– Pengerjaan cover CD Keyakizaka46 sejak debut hingga sekarang digarap oleh kombinasi dari Yonezawa-san sebagai penata artistik dan Shinto-san sebagai fotografer.
Yonezawa: Di Nogizaka46, selama ini saya hampir tidak pernah menetapkan untuk bekerja dengan fotografer tertentu. Tapi, begitu sekarang saya bekerja di Keyakizaka46, rasanya Shinto-san adalah orang yang sangat pas dalam mengekspresikan gadis-gadis yang memiliki kebijakan sendiri. Konno-san juga bilang begitu pada saya. Foto yang dipotret oleh Shinto-san adalah yang terbaik bagi Keyakizaka46. Hanya saja, sejujurnya saya sendiri juga tidak tahu bakal seperti apa ke depannya. Di single keempat nantinya, saya juga tidak tahu apakah saya masih akan diberi tanggung jawab. Oleh karena itu, saya selalu mencurahkan yang terbaik.
Shinto: Ada kemungkinan cover single keempat akan dipotret oleh orang lain. Jika hal itu bisa mengeluarkan sisi yang baru dari Keyakizaka46, menurut saya mungkin itu yang terbaik… Ah, tapi saya tetap ingin memotret mereka (XD). Tidak hanya pemotretan cover saja, bisa terlibat dalam kegiatan produksi yang sangat cocok dengan semua hal, baik itu pengerjaan MV maupun desain kostum, menurut saya itu adalah hal yang paling berharga dibandingkan apapun. Yah, walaupun jumlah kalori yang dihabiskan saat melakukannya sungguh luar biasa (XD).
Yonezawa: Waduh, pokoknya benar-benar berat. Menurut saya mungkin sebanding dengan mengerjakan 5 buah cover CD biasa. Tapi, tim produksi ini agak mirip dengan kegiatan ekstrakurikuler. Saya tidak tahu kenapa saya merasa begitu, tapi semuanya seperti berlari ke arah yang sama tanpa merasa egois.
Shinto: Itu artinya kita memang benar-benar sebuah “tim”. Saya merasa diberkahi berada di tim ini.
==========================================================
Catatan penerjemah:

Sebuah wawancara yang menarik dan berbeda dari wawancara yang pernah saya terjemahkan selama ini. Kali ini bukanlah sebuah wawancara terhadap member, melainkan 2 sosok di belakang layar yang berperan penting dalam pengerjaan cover CD Keyakizaka46, Yonezawa Jun (penata artistik) dan Shinto Takeshi (fotografer). Bagi sebagian orang mungkin wawancara ini tidak begitu menarik, namun saya percaya bahwa wawancara ini akan memberikan kita sebuah perspektif yang berbeda. Kita tidak hanya akan mengapresiasi orang-orang yang berada di depan layar (baca: member itu sendiri), namun juga mampu mengapresiasi orang-orang yang bekerja keras di belakang layar. Kedua elemen tersebut adalah satu kesatuan yang tak bisa dipisahkan yang membuat Keyakizaka46 menjadi begitu luar biasa. Bagi penggemar yang mendalami bidang fotografi dan seni grafis, mungkin wawancara ini dapat menjadi tambahan wawasan. (hunter934)

Komentar

  1. Casino | Bet Online at Kadang Pintar
    KADANG PINTAR. KATANG PINTAR. KATANG PINTAR. KATHANG PINTAR. KATHANG PINTAR. kadangpintar KATHANG PINTAR. KATHANG PINTAR. KATHANG PINTAR. KATHANG PINTAR. KATHANG PINTAR. KATHANG PINTAR. KATHANG PINTAR.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

BRODY February 2018 - Ikeda Kazuma x Shinguu Ryouhei "A Dialogue of Keyakizaka46’s Music Videos"

Quick Japan Vol.135 – TAKAHIRO